Friday 29 June 2012

Happy Sunday

Bagi kami umat Katholik, kegiatan sekali seminggu menghadap Tuhan di gereja menjadi suatu kewajiban sebagaimana tercantum dalam lima perintah gereja. Tapi itukah yang menjadi dasar kami pergi gereja? Kalau memang anda menemui salah satu umat dengan tujuan hanya untuk memenuhi egonya untuk tidak ingin melanggar peraturan gereja, anda mungkin dapat memberikan tulisan ini untuknya. Sejujurnya, di tanggal sebenarnya tulisan ini seharusnya dibuat yakni 24 Juni 2012, aku sendiri pun tidak hadir di gereja menghadap Tuhan. Bukan karena pemahaman dangkal seperti yang kusebutkan di atas, tapi karena aku sudah janji dengan Nana untuk ke Pekan Raya Jakarta. Aku telat bangun pagi untuk ke gereja. Ampuni aku Tuhan. Namun, memang Tuhan Maha Baik. Kiriman renungan Percikan Hati tanggal 24 Juni 2012 mengingatkan aku akan persiapan hati sebelum ke gereja.
Seminggu sekali kita ke Gereja untuk Ekaristi atau Ibadah. Janganlah memandangnya sebagai beban apalagi keterpaksaan. Ingatlah Tuhan telah memberi banyak berkat, napas hidup, keluarga, pasangan, orangtua, anak-anak, teman-teman, pekerjaan, kemudahan, harta milik, rezeki, kesehatan. Lalu, apakah balasan kita untuk berkat Tuhan itu?
Satu dua jam minimal per minggu kita persembahkan waktu untuk Tuhan saat kita ke gereja. Janganlah melihat siapa yang memimpin, bagus tidaknya gereja dan dekorasi, nyanyian atau kotbahnya, karena kita datang bukan untuk egoisme diri, bukan untuk kebutuhan pribadi akan keindahan kotbah, nyanyian, dan liturgi. Itu juga baik. Tetapi khusus kita datang untuk mempersembahkan diri dan waktu kita pada Tuhan.
Maka katakanlah pada Tuhan, "Ya Tuhan, aku mempersembahkan diriku, waktuku kepadaMu. Aku mau mendengarkan firmanMu. Tuntunlah aku untuk hidup sesuai dengan kehendakMu agar aku berhasil dalam pekerjaan dan usaha, juga berhasil menjadi pribadi yang baik dan berhasil dalam iman. Lindungilah keluargaku dan aku siang dan malam dari marabahaya. Kuatkanlah aku dalam setiap tantangan dan cobaan. Jadikan aku berkat bagi keluarga, gereja, dan masyarakat lewat cinta dan pelayananku untuk mereka. Amin."
Itulah doa yang dapat anda ucapkan setiap Minggu saat persiapan mengikuti Ekaristi dan Ibadah. Lalu Ekaristi dan Ibadah itu akan membawa hikmah bagi kita. Tuhan memberkati.
Renungan yang sangat baik bukan? Saat kubaca, tanpa terasa mataku berkaca-kaca. Aku menjadi lebih paham sekarang. Setelah sebelumnya aku pernah membahas hal ini dengan Neng Cit. Diskusiku dengan Neng Cit waktu itu membuka pengertiaku mengenai arti gereja sebenarnya. Sewaktu SMA aku mempelajari perbedaan kata "Gereja" dan "gereja". Gereja dengan kapital G, mengandung makna sekelompok umat beriman, berkumpul, bersekutu, memuji, dan menyembah Tuhan bersama-sama. Sedangkan gereja dengan g kecil berarti tempat bangunan untuk bersekutu. Dulu aku tidak begitu mengerti, namun setelah berdiskusi dengan Neng Cit aku jadi mengerti definisi-definisi gereja itu lebih baik. Dan renungan ini membawa pemahaman yang lebih mendalam lagi tentang Gereja. Bukan datang dengan tujuan hanya untuk sekedar berkumpul dan bersekutu bersama-sama dengan umat beriman, melainkan untuk sepenuh hati datang menyerahkan diri dan waktu hanya untuk Tuhan.

Menghargai Sesama

Setiap orang pasti ingin berhasil dalam mewujudkan apa yang menjadi cita-cita atau harapannya. Dan tentunya karena keinginan untuk berhasil, membuat setiap oran bersukacita untuk memperjuangkan cita-citanya itu. Dalam usaha dan perjuangan itu, setip orang tentu ingin dihargai, dicintai, dan diperlakukan dengan baik. Tak mungkib orang ingin diperlakukan baik, tetapi ia berlaku kasar dan jahat pada orang lain. Hal itulah yang hendak ditegaskan oleh Tuhan. Firmannya mengatakan, "Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka."

Ya Tuhan, bantulah aku untuk memperlakukan orang lain sebagaimana aku ingin diperlakukan. Jika aku ingin diampuni bantulah aku untuk mengampuni lebih dulu. Jika aku ingin dikasihi bantulah aku untuk mengasihi lebih dulu. Jika aku ingin dibutuhkan bantulah aku untuk merasakan kebutuhan mereka lebih dulu. Jika aku ingin disembuhkan bantulah aku untuk menyembuhkan lebih dulu. Jika aku ingin dibangkitkan semangatnya, bantulah aku untuk membangkitkan semangat sesamaku lebih dulu.


Sumber : Percikan Hati, 26 Juni 2012

Pengendalian Diri

Seharusnya tanggal 22 Juni 2012 menjadi awal penerbitan tulisan ini di blog. Tapi suasana hati dan keberadaan Ibu yang selalu mengusik hati dan pikiranku selalu membuatku tidak tenang. Jadi aku baru memutuskan untuk menulis sekarang. Tulisan ini masih ada kaitannya dengan tulisan sebelumnya. Di sini aku mau mengutip salah satu cerita bermakna dari rubrik Percikan Hati tanggal 22 Juni 2012.
Jengis Khan amat kehausan dan ia masuk ke dalam gua. Dilihatnya tetesan air di tengah gua; ia pun segera mengambil tempurung untuk menampung air tersebut. Setiap kali hendak minum, burung ggak yang setia bertengger di pundaknya itu menyambar tempurung, sehingga air tumpah. Hal itu terjadi berkali-kali. Dan kali terakhir, ketika burung gagak hendak menyambar tempurung, dihunusnyalah dengan pedang tembolok burung iru dan matilah seketika. Namun Jengis Khan penasaran dan mencari sumber air itu. Ternyata di sumber airnya terdapat bangkai ular berbisa yang sudah meracuni air tersebut. Jengis Khan tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri, ia menyesal telah bertindak gegabah.
Belajar mengendalikan diri ternyata sangat penting. Jadi janganlah tergesa-gesa untuk mengambil keputusan terlebih di saat sedang marah. Wah cocok sekali ini untuk para pasangan kekasih yang sedang disulut amarah. Hahaha. Belajarlah mengendalikan diri agar tidak menyesal di kemudian hari.  

Thursday 21 June 2012

Ikhlas dan Pasrah : Berbedakah?

Aku terbangun tepat jam enam pagi ini. Aku masih ingat hari ini seharusnya aku berangkat ke Jakarta menghadiri wawancara yang berasal dari AIA. Tapi niatku untuk segera bersiap-siap tidak ada sama sekali setelah aku bangun tadi. Seperti harapanku di tulisan sebelumnya, jika memang Tuhan tidak menghendaki, aku meminta kepadaNya untuk mengurangi keinginanku itu menghadiri wawancara tersebut. Dan melihat waktu bangunku tadi juga keinginanku yang menghilang, sepertinya aku memang tidak usah datang kesana. Keputusanku berubah bukan karena Mamaku dan segala kritikan pedasnya, tapi memang karena aku sendiri telah memutuskan untuk mengubah keinginanku menghadiri wawancara itu. Pada akhirnya, pagi ini aku pergi ke pasar bersama Ibuku. Kembali Ibuku mengajarkan cara berbelanja dan memilih bahan. Aku memperhatikan dengan seksama dan berusaha menyimpan semuanya itu dalam memoriku. Apakah masih pengaruh datang bulan atau memang aku tidak menyukai Ibuku, aku masih saja marah-marah dan kesal menghadapi Ibuku. Padahal sebenarnya jauh di dalam hatiku aku menyadari perbuatanku itu tidak pantas.
Ibuku berkenan datang saja seharusnya aku sudah sangat bersyukur. Tapi sikapnya yang tidak mau mendengar hanya mau didengar membuatku muak setengah mati dalam kamar kecil ini. Ampuni aku God. Hari ini karena seharian penuh aku harus bersama Ibuku aku jadi mengalami buntu pikiran. Bagaimana tidak setiap aku ingin menenangkan diri, setiap itu juga Ibuku akan mengeluarkan pertanyaan-pertanyaan yang kebanyakan konyol jawabannya. Alias sudah ada jawabannya di depan mata. Mungkin karena aku terlalu buntu, aku akhirnya memutuskan keluar untuk membeli kebutuhan dikosan yang telah habis. Aku pamit dengan Ibuku dan sesaat sebelum pergi aku sempat mengatakan hal yang ketus pada Ibuku. Hari itu menurut berita dari Bapakku. Ada pesawat yang jatuh di daerah Halim, di sebuah komplek perumahan. Bapakku menanyakan apakah kejadian itu sampai ke daerah rumah kami yang kebetulan berdekatan dengan daerah itu. Sebelum kubalas, aku bertanya terlebih dahulu kepada Abang dan Adik yang ada disana. Dan puji Tuhan tidak kejadiannya tidak sampai ke mereka. Tapi saat Ibuku baru membaca berita itu lewat SMS yang dikirimkan Bapakku, dia sempat panik dan menyangka aku ketakutan. Padahal tidak ada rasa takut itu. Jadi kubilang saja dengan nada tidak senang bahwa Ibuku yang ketakutan.
Sikap tidak sopan adalah awal sebuah bencana hari ini. Sore ini disaat aku memutuskan pergi aku membawa dompet berisi uang tabunganku. Untuk apa? Aku pun tidak tahu, hanya untuk jaga-jaga saja menurutku. Aku menaruhnya di laci depan motor Beat. Motor yang kupakai saat kumengalami kecelakaan di Bandung. Ya, karena aku sudah merasa tidak enak lagi menitip motor itu terlalu lama di tempat Giegie, akupun memutuskan untuk membawa motor itu kembali ke Jatinangor. Lalu kupakailah motor itu ke supermarket terdekat. Aku pun berbelanja dan berbelanja. Menjelang maghrib akupun pulang. Perjalananku lancar seperti biasa. Sampai akhirnya aku tersadar bahwa dompet yang kembali kuletakkan di laci motor itu telah hilang! Aku pun mulai panik. Tapi sembari berusaha mencari kembali aku pun hanya meletakkan belanjaanku disitu dan kembali menyusuri jalan yang kutempuh tadi. Aku pun bertanya pada tukang parkir disitu. Tapi mereka tidak melihat dompet motif anyam berwarna hitam yang cukup besar memuat uang tanpa dilipat. Aku pun mulai berkaca-kaca. Memang aku pernah mengalami kehilangan yang lebih banyak dari ini. Tapi untuk informasi, uang itu uang terakhir yang aku pegang untuk melanjutkan hidupku dikosan.
Sampai kembali kekosan dengan tangan hampa. Aku menuju kamar dengan belanjaan ditanganku dan setelah itu aku bercerita dengan cepat ke Mamaku. Beliau pun menanyakan dimana hilangnya? Kalau aku tahu dimana hilangnya, itu bukan hilang namanya, tapi lupa. Aku pun hendak menyusuri lagi jalan yang kulalui. Tiba-tiba Ibuku ingin ikut. Jadilah kami berdua mencarinya. Aku kembali ke supermarket tadi dan disana kembali lagi Ibuku menanyakan hal konyol tentang dimana jatuhnya dompetku. Aku benar-benar kesal dan merasa konyol dengan membawa dia. Lalu aku memang marah, kesal dalam menjawabnya. Sampai akhirnya, aku pun menanyakan kembali pada tukang parkir dan kemudian satpam disitu sampai nomor telepon genggamku dicatat. Lalu kembali kususuri jalan bersama Ibuku. Sempat beberapa kali berhenti untuk benar-benar memastikan apa yang kulihat. Dan kembali berputar menyusuri jalan yang sama. Meskipun Ibuku mulai protes, aku hanya mau mencari, melihat sekali lagi untuk yang ketiga kalinya. Hasilnya nihil. Sesampainya dikosan aku pun tidak dapat menahan air mata ini lagi. Memang sudah keluar juga beberapa sepanjang jalan tadi tapi ini benar-benar keluar semuanya.
Ibuku berusaha menenangkanku, tapi itu sama sekali tidak membuatku tenang karena dia hanya memerintah untuk jangan menangis. Aku selalu heran dengan pemikirannya yang seperti ini. Di pikirannya menangis seperti hal tabu karena itu menunjukkan kelemahan yang sangat. Jadi aku malah menolak segala kelakuan halus yang diusahakan olehnya. Aku memang menganggap Ibuku tidak stabil, terlalu banyak kekhawatiran yang sama sekali tidak kumengerti. Sampai aku selesai menangis pun aku tetap ketus menanggapi Ibuku. Berdosa itu. Pasti dan aku bersedia menanggungnya. Aku hanya sedih karena keeogisanku dan kurangnya pengendalian diriku, aku jadi tidak hati-hati dengan segala roh jahat yang ada disekitarku. Aku sempat mengandaikan jika saja aku jadi ke Jakarta, aku tidak akan mengalami kejadian buruk ini. Tapi aku merasa konyol dengan berpikir seperti itu karena itu semua diluar kemampuanku. Pada akhirnya aku hanya harus ikhlas. Tapi benarkah aku ikhlas dengan semua kejadian ini? Bukankah aku hanya pasrah?
Dua hal ini sangatlah berbeda. Meskipun tidak dapat kuterangkan sesuai Kamus Besar Bahasa Indonesia, aku hanya dapat menjelaskannya dengan pemahamanku. Di saat ikhlas ada, di saat itu juga pasrah ada. Ikhlas menunjukkan penyerahan diri sepenuhnya, dimana kusebut ini pasrah, dan setelah itu tetap melangkah dengan pembaharuan rencana yang lebih baik tanpa menyalahkan siapapun termasuk diri sendiri. Sedangkan pasrah, seperti yang kutulis di atas, hanya berupa penyerahan diri sepenuhnya tanpa ada perlawanan untuk bangkit karena rasa bersalah yang berlebihan. Apakah itu yang terjadi padaku? Aku merasa bersalah karena terlalu ketus, tidak sopan pada Ibuku. Aku bersalah karena tidak mengambil langkah bijak menanggapi waktu. Ya, aku pasrah dan sekarang aku bersiap menghadapi hari yang lebih berat dari ini semua. Aku harus mempercayai diriku untuk dapat melakukan segalannya karena aku milik Dia yang tidak terbatas. Jadi, saat ini aku benar-benar ikhlas dan berharap semoga uang itu berada pada orang yang benar-benar membutuhkannya. Itu hanya materi yang dapat diberikan lagi olehNya. Itu hanya bukan untukku saat ini. Thank God, I love you.

Wednesday 20 June 2012

Putuskan! Laksanakan!

Seharian ini, emosi jiwa sedang tidak stabil. Mengapa? Dari pagi aku sudah dibuat kesal oleh Mamaku yang sedang berkunjung. Memang aku yang meminta beliau datang. Tujuanku agar beliau dapat mengajarkan aku belanja di pasar dekat sini. Karena aku memang tidak pernah dengan langsung belanja di pasar. Aku lebih senang dengan konsep self-service yang ada di supermarket. Aku tidak perlu merasa risih dengan tawaran-tawaran yang dilontarkan oleh para pedagang seperti di pasar. Tapi jika sudah mentok dengan kualitas dan harga, pasarlah tempat yang lebih baik untuk berbelanja. Hal itu sudah kuutarakan sehari sebelum Mamaku kuminta datang. Tapi apa yang terjadi? Tadi pagi dia malah pergi terlebih dahulu ke pasar dengan alasan aku masih tidur. Aku memang sudah bangun jam enam tapi aku yang terlambat tidur masih sangat ngantuk kemudian tidur kembali. Pastinya aku kesal dan mengerutkan dahi pada saat aku bangun hingga berbekas. Bagaimana tidak kesal? Aku yang minta dia datang tapi malah aku yang tidak diajak. Loh? Tujuan dia apa datang kesini? Akhirnya dia pun mengajak aku kembali ke pasar. Tapi karena sudah banyak belanja sebelumnya, jadi yang selanjutnya hanya belanja sedikit sekali sesuai dengan uang yang tinggal sedikit.
Itu di pagi hari. Siang harinya, aku cuma sibuk dengan menelusuri dunia maya sambil terus memikirkan mengenai tawaran wawancara yang datang kepadaku. Ya, seminggu yang lalu aku mengiyakan akan datang ke wawancara sebuah perusahaan asuransi yang bekerja sama dengan sebuah bank swasta. Pagi tadi aku pun mendapatkan SMS mengenai interview esok hari. Sejujurnya dengan tawaran posisi yang ditawarkan aku masih ragu. Karena setelah mendefinisikan ranah pekerjaannya, ternyata mirip dengan bidang pemasaran atau lazim disebut marketing. Berbeda dengan sales yang berfokus pada penjualan produk secara langsung untuk memindahkan kas konsumen kepada kas perusahaan, marketing lebih berfokus pada strategi dan kesetiaan konsumen pada produk mereka. Meskipun berbeda dengan sales, tapi pada akhirnya yang harus dicapai adalah target penjualan produk. Dari dahulu sebenarnya aku tidak menyenangi dunia marketing. Jika ada acara kampus yang membuka divisi marketing, pasti itulah divisi yang paling kuhindari. Alasannya, harus pasang topeng sabar dan senyum. Tapi memang karma selalu ada ya, di saat aku memang mencari suatu pekerjaan yang kurang lebih tetap (agar aku dapat identitas untuk modem pascabayar) karena aku pun sudah tidak pantas lagi bergantung hidup pada orang tua, dan datanglah tawaran pekerjaan ini.
Tuhan, aku senang Engkau menjawab keinginanku. Tapi Tuhan, apa benar ini datangnya dari Engkau? Karena sebenarnya aku harus buat prioritas, seperti yang Mamaku bilang baru saja. Beliau benar-benar menyebalkan (dan seperti biasanya) selalu menghakimi sebelum mengizinkan seseorang untuk mencoba hal yang baru. Doktrin yang kuat selalu membuat aku ingin menerobosnya dan membuktikan padanya bahwa tembok yang dia bangun itu tidak pernah ada! Beliau keberatan jika aku datang ke wawancara ini karena menurutnya aku harus fokus dulu menyelesaikan tahap akhir kuliahku ini baru diizinkan melanglang buana. Aku mengerti dan sadar sepenuhnya akan hal itu. Tapi egoku ini belum mampu kuputuskan dari kepahitan masa lalu dan pandangan orang-orang. Pikiranku tidak membawaku kepada hasrat dan semangat tinggi untuk menyelesaikan tanggung jawabku yang satu itu. Dengan kata lain aku belum memutuskan untuk melaksanakannya, hanya memutuskan! Langkah awal begitu sulit kurasa, namun dirasa wajar oleh orang lain. Tuhan, tolong pecahkan batas pikiranku yang belum mau mempercayai diriku sendiri bahwa aku mampu melakukan apa yang Engkau rencanakan. Di saat aku datang bulan, sepertinya semua masalah pun datang. Sensitivitas tinggi dan pertumbuhan jerawat yang tinggi memang sangat menggangu kepercayaan diri ini.
Di saat aku bingung, Mamaku datang bukan untuk menenangkan. Beliau malah berbuat sesuka hati dikosanku. Segala kebiasaan beliau yang tidak kusukai ditumpuknya disini. Aku kesal, aku marah, aku sedih. Tapi itu semua tidak dapat kuungkapkan. Dari dahulu Ibuku memang sulit dimengerti dan mau mengerti keadaan orang sekitar. Dia cuma hidup dengan pikirannya sendiri, menurutnya sendiri, sangat teramat egois menurutku. Ampuni aku Tuhan, tapi jujur terkadang aku tidak tahan Tuhan menghadapi dominasi Mamaku yang keterlaluan. Semua harus seperti pandangan dia, semua harus sesuai aturan dia. Aku ingin menangis sekarang. Aku sedang tidak tahu bersyukur dengan senyum sukacita Tuhan. Ampuni aku Tuhan, ampuni aku. Aku mohon petunjukmu Tuhan. Jika memang tawaran wawancara ini datang dariMu, aku mohon tambahkanlah semangatku untuk dapat bangun lebih awal pada esok hari untuk mempersiapkan diri. Namun jika tidak, kurangilah semangatku dan biarkanlah aku bangun terlambat Tuhan. Tuhan, aku berharap, semoga pembaca tulisan ini, tidak mengalami hal sepertiku. Semoga mereka adalah pribadi-pribadi yang tidak hanya dapat memutuskan tapi juga melaksanakan keputusan itu.

Monday 18 June 2012

Menunda

Jangan marah saat kumenunda tulisan ini. Tulisan yang seharusnya ada di tanggal 18 Juni 2012.

Apa yang langsung terlintas saat kata menunda ini datang? Aku pribadi, langsung berpikir mengenai diriku yang menunda kelulusan hingga begitu lama. Aku tidak dapat mengetahui lagi apa yang sebaiknya kuprioritaskan dalam kehidupanku saat ini karena terlalu sering menuda. Ya, mendengar kata menunda, hal-hal yang tidak baik yang biasanya lebih dulu muncul. Kebanyakan orang pun aku rasa berpendapat sama. Saat mereka mengalami penundaan, entah itu terjadi secara pribadi ataupun karena instansi terkait, mereka sangat tidak senang menghadapinya. Emosi-emosi negatif langsung muncul, entah itu mengeluh, mengumpat, dan lain sebagainya. Tapi pernahkah terpikir bahwa kata menunda yang sering dianggap negatif di ubah haluannya dalam ranah positif? Awalnya tidak bagiku, namun setelah membaca renungan dari Percikan Hati berikut ini aku pun mulai mengerti bahwa arti menunda dapat jauh lebih bermakna di saat kita menerapkannya pada kejadian sesudah penundaan itu.
"Obat paling mujarab bagi kemarahan adalah menundanya". (Seneca, Penyair Romawi)
Orang yang sedang marah dikuasai oleh emosi. Napas berdetak bertambah cepat dan kalau berbicara nada suaranya bisa tinggi. Jika ia berkata-kata, akan meledak-ledak serta tidak terkontrol.
Kalau kita dalam situasi yang demikian, baiklah kita bernapas dalam-dalam, minum air dingin dan duduk tenang barang sejenak. Kita menunda untuk berbicara. Inilah tindakan yang bijaksana agar kita tidak dikuasai oleh emosi.
Ya, setelah membaca renungan di atas, aku pun merasakan kesenangan tersendiri. Aku seperti mendapat pengetahuan baru mengenai pemaknaan kata. Ternyata memang benar, hal apapun, sekecil apapun, harus kita lihat dari dua sisi yang berbeda. Baik dan buruknya. Penempatannya. Karena tidak ada sesuatupun yang diciptakan hanya untuk merusak, tidak dapat digunakan, dan segala macam hal yang buruk. Jadi di saat hal-hal yang tidak menyenangkan datang, mantapkanlah dulu hati, jiwa, dan pikiran untuk menunda segala hal buruk yang ingin dikeluarkan, karena masih ada kesempatan untuk menghadapinya dengan lebih tenang dan bijak. Seperti air yang mengalir, meskipun dalam perjalanannya menghadapi bebatuan, lubang, jalan yang berkelok-kelok hingga ia terhempas, terpisah dari alirannya, ia tetap menghadapinya sesuai dengan arus yang membawanya, arus yang sama dari awal ia mengalir, yang tenang, dari awal hingga akhir perjalanan yang akan dilaluinya.Menunda di sini berarti memilih untuk berpikir logis dalam menelaah masalah untuk menyelesaikannya, bukan untuk menumpuknya menjadi dendam berkepanjangan.

Friday 15 June 2012

Tiga Hal

Ada tiga hal yang dapat menghancurkan hidup seseorang :
1. Kemarahan
2. Keangkuhan
3. Dendam
Ada tiga hal yang tidak boleh hilang :
1. Harapan
2. Keikhlasan
3. Kejujuran
Ada tiga hal yang paling berharga :
1. Kasih Sayang
2. Cinta
3. Kebaikan
Ada tiga hal dalam hidup yang tidak pernah pasti :
1. Kekayaan
2. Kesuksesan
3. Mimpi
Ada tiga hal yang membentuk watak seseorang :
1. Komitmen
2. Ketulusan
3. Kerja Keras
Ada tiga hal yang membuat kita sukses :
1. Tekad
2. Kemauan
3. Fokus
Ada tiga hal yang tidak pernah kita tahu :
1. Rezeki
2. Umur
3. Jodoh
Namun dibalik semua itu hanya ada tiga hal pula yang pasti :
1. Tua
2. Sakit
3. Kematian



SUMBER : Broadcast Message from Kusnandi@kuhanda

Thursday 14 June 2012

Allah

Siapa yang tidak pernah mendengar "Allah"? Mengutip dari Percikan Hati, 13 Juni 2012. 
Kata Allah berasal dari bahasa Arab, yakni prpaduan dari kata "al" dan "ilah", artinya Yang Kuasa. Dalam kata "ilah" terdapat unsur "el" (dari bahasa Ibrani) yang berarti: kuat, luas, dan besar. Maka dalam Alkitab Ibrani, Yahwe (Allah) biasa disebut "El" dan "Elohim". Dalam Gereja, Allah diimani antara lain sebagai Bapa, yaitu segala sumber kehidupan, kebaikan, pelindung, dan pemelihara yang memberi rasa aman kepada kita semua, ciptaan-Nya.
Allah diartikan begitu besar, begitu luas, begitu berkuasa. Membaca renungan di atas aku jadi langsung teringat dengan salah satu kotbah Pastor di Gereja Kalvari. Beliau pernah menanyakan bahwa sebenarnya mana yang lebih tepat? Allah yang Maha Baik atau Allah yang Maha Kuasa? Mengapa beliau menanyakan hal ini? Karena menurutnya banyak orang salah mempersepsikan mengenai Allah dan segala sesuatu yang dilakukanNya. Maksudnya? Begini, di satu waktu kita, manusia, dapat merasa Allah begitu baik kepada kita saat Dia memberikan segala sesuatu yang kita minta kepadaNya. Kita menyebutNya sebagai Sang Maha Baik. Namun, seringkali kita menganggap semua kebaikan yang kita terima itu karena kuasa kita juga, usaha kita juga untuk menggapainya, jadi tidak sepenuhnya kuasa Allah. Allah hanya Sang Maha Baik.

Lalu datang lagi setelahnya, kita kehilangan semua kebaikan yang awalnya kita terima itu. Kita mulai difitnah, dibenci, dan semua kebaikan itu pada akhirnya diambil. Di saat itu masihkah kita menganggap Allah Maha Baik? Biasanya hal itu sulit sekali untuk diakui. Di momen seperti itu kita lebih banyak mengakui Allah Maha Kuasa, semua yang terjadi ini seturut dengan kehendakNya, dan tidak ada yang dapat menghentikan apa yang sudah ditetapkanNya. Menurut hemat saya, sebelum kita menilai apa yang terjadi, sebaiknya kita bertanya, apakah benar itu semua Allah yang menghendaki, Allah yang membuatnya? Bacalah kembali kutipan di atas. Allah adalah sumber segala kehidupan, kebaikan, pelindung, dan pemelihara. Untukku mustahil, segala kejahatan itu datang dari Allah.

Jadi mana yang benar? Allah Maha Baik atau Allah Maha Kuasa? Semuanya benar. Seperti arti dari kata "Allah" itu sendiri, Allah adalah kuat, besar, luas yang berkuasa. Dalam kondisi apapun, suka atau duka, hal ini tidak akan berubah. Jika Allah memang begitu sempurna dan segala sesuatu yang baik datang dari kuasaNya, mengapa Dia tetap meletakkan duka dalam dunia? Dalam hidup manusia? Bukankah Allah sangat berkuasa hingga dapat menghancurkan itu semua? Itu benar, sangat benar, Allah dapat membinasakan duka kapanpun Dia mau. Tapi, jika itu Dia lakukan manusia akan belajar dari apa? Dari awal mula kita diciptakan, kita manusia sudah diberikan hak untuk memilih, tetap hidup dengan peraturan Allah atau pada akhirnya kita tergoda oleh ular? Hawa lalu Adam memilih untuk tergoda ular lalu terjun dalam dosa. 

Tidak ada bedanya dengan sekarang. Allah tetap menghargai kita, tetap setia menanti kita, meskipun kita memilih untuk terjun dalam duka. Allah menyediakan yang baik tapi manusia yang selalu merasa tidak puas, tidak bersyukur, sering terkecoh dengan baik yang palsu. Ingatlah, Allah tidak pernah memberikan segala hal yang buruk untuk mencobai umatNya. Allah Maha Tahu bukan? Dia tahu hal yang terbaik bagi hidup kita. Dia yang merancang, Dia yang memberikan hasil yang terbaik pada waktu yang tepat. Dia sedang bersabar menunggu anak-anakNya yang hilang, yang tersesat dalam dosa, apapun jenisnya. Mencari sosok yang menerima segala kekurangan, segala kesalahanmu di masa lalu, namun tetap memberikan cinta berlimpah tiada batas? Datanglah pada Allah, kenalilah Dia, bersahabatlah denganNya, maka hanya ada damai dan ketenangan dan sukacita sejati dalam hidupmu, dalam kondisi apapun.

Tuesday 12 June 2012

Semangat Prioritas

Harus kuakui, menulis di wowowi jauh lebih menyenangkan dibandingkan di mayagarene. Segala kepenuhan sukacita, perenungan, inspirasi memang lebih memotivasi dibanding menceritakan kepedihan (yang banyak kutuangkan di mayagarene). Tapi syukur kepada Allah, kepedihan itulah yang membuaku semakin yakin dengan Dia, semakin dewasa menghadapi kehidupan. Kesempatan kali ini aku ingin menulis tentang prioritas. Kemarin aku menonton film "Jakarta Maghrib". Film itu menceritakan tentang kehidupan nyata para penduduk Jakarta. Di kemas begitu realistis dengan enam cerita apik didalamnya. Tokoh utama dalam film ini adalah Maghrib. Saat dimana penduduk Jakarta berhenti dari segala aktivitasnya, diingatkan untuk berbicara dengan Tuhan. Dan ada satu cerita yang membuatku merasa terhenyak dan mengulanginya lagi beberapa kali. Jalan Pintas. Cerita itu mengisahkan tentang sepasang kekasih yang hendak ke suatu rumah untuk membantu persiapan pernikahan adik sang lelaki. Mereka diharuskan mencicipi catering dan harus sampai sebelum Maghrib.

Sepasang kekasih ini sudah bersama selama tujuh tahun. Sudah tentunya sang perempuan ingin memantapkan hubungan mereka. Namun, sepanjang usahanya untuk mengatakan itu kepada sang lelaki, dia hanya mendapat jawaban diam. Sang lelaki yang seorang editor video klip merasa belum siap karena pekerjaan dia belum cukup untuk membuktikan kepada keluarga sang perempuan. Dengan terus mengebulkan asap sembari menyetir, sang lelaki pun selalu mengatakan bahwa dia ingin meningkatkan dirinya jadi editor film, dengan film pertamanya yang bermutu. Sang lelaki di situ tampak egois, dia mencari jalan pintas karena yakin jalan biasanya macet, padahal tidak. Sampai akhirnya mereka tersesat, dan bukannya sang lelaki bertanya arah jalan pada penduduk setempat saat turun, dia malah membeli sebungkus rokok, karena yang kata dia karena sudah habis. Di saat benar-benar sudah tidak tahu kemana arah jalan, sang lelaki pun akhirnya bertanya pada satpam. Tapi setelah itu sang lelaki mengumpat, memaki satpam tersebut di dalam mobil.

Sang perempuan yang tidak senang mendengar perkataan sang lelaki mengingatkan snag lelaki untuk lebih sopan kepada orang lain. Tapi sang lelaki malah masih terus menyalahkan satpam. Adzan pun berkumandang. Telat sudah mereka. Sang perempuan sudah sangat kesal dengan sang lelaki. Kelakuannya yang seenaknya sendiri, egois, tidak mau dibantah, membuat akhirnya dia memutuskan sang lelaki. Namun sebelum memutuskan, sang perempuan Kurang lebih berkata seperti ini, "Kamu itu memang tidak punya prioritas ya? Kita itu cuma diminta untuk membantu pernikahan adik kamu untuk membuktikan bahwa kita itu mampu diberikan tanggung jawab yang lebih besar untuk menikah. Ini udah kuliah penyutradaraan lama nggak lulus-lulus eh malah mau jadi editor." Sang lelaki menjawab, "Kamu jangan meremehkan pekerjaan editor loh. Kamu tahu hasil film itu dinilai bagus atau nggak, itu setelah ada di tangan editor. Kamu pasti nggak ngerti, nggaaak." Sang perempuan lalu bertanya, "Oooh, jadi kamu juga bisa nebak dong hubungan kita akan berakhir bagaimana?" Sang lelaki terdiam dan mulai gugup. Akhirnya sang perempuan meminta sang lelaki turun dari mobil ayahnya itu.

Kisah ini mengingatkan diriku jauh lebih dalam. Ini menjadi bahan perenunganku sepanjang hari itu. Aku menyadari aku sudah kehilangan prioritas semenjak memutuskan untuk kuliah di sana. Aku begitu terus menerus berusaha mengalihkan prioritasku pada hal-hal lain. Dan sepertinya itu masih berlangsung sampai sekarang sampai akhirnya nanti. Ternyata semangat besar datang dari prioritas yang jelas dan tinggi. Awal kuliah aku masih memiliki prioritas untuk kuliahku. Namun ternyata dunia kerja sudah merasukiku. Uang yang kuhasilkan menimbulkan prioritas yang lain. Ampuni aku Tuhan. Kuliah, uang, semuanya itu hanya prioritas dunia yang dapat lenyap sekejap jika Engkau mau. Karena, pembaca, prioritas yang paling tinggi yang seharusnya dilakukan setiap saat itu adalah datang kepada Allah. Maksudnya? Allah pemilik kehidupan segala makhluk di dunia ini. Allah bukan hanya mencipta tapi Dia juga yang merancang rencana kehidupan bagi ciptaanNya. Jadi, sesibuk apapun harimu, kegiatanmu, janganlah pernah melupakan Allah. Tetaplah setia meluangkan waktu untuk bercakap-cakap denganNya. Bacalah dan terapkanlah sabda yang telah diberikanNya. Maka, sepanjang hari dalam hidupmu adalah hari yang penuh dengan damai dan berkat melimpah.

Monday 11 June 2012

Apa Bedanya?

Gommenasai! Untuk tulisan yang satu ini aku benar-benar lupa membuatnya. Sebenarnya tulisan ini untuk tanggal 10 Juni 2012. Wah tiak terasa sudah tanggal 10 di bulan yang baru. Dan sedih, aku belum melakukan apapun juga. Hari Minggu seperti biasa, aku pergi misa di gereja. Kali ini aku hanya bedua dengan adikku. Mama pergi ke Banyumas menjenguk Bapak. Kata Abang yang baru berkunjung dari sana juga, Bapak sedang dalam masalah. Sedang banyak pikiran. Mau tidak mau sebagai seorang istri, Ibuku meluncur ke sana untuk menenangkan kegalauan Bapakku. Aku sedih mendengarnya. Setelah sebelumnya mendengar surat keputusan pensiun Ibuku keluar, sekarang bertambah sedih karena sosok Bapak yang sedang banyak pikiran. Aku jadi merasa bersalah. Mungkin aku pun termasuk dalam salah satu pikiran Bapakku itu. Ya, sudah kubahas berulang kali di tulisan-tulisanku sebelumnya, perjalanan studiku yang belum selesai.
Kembali pada misa kemarin. Misa kemarin dipimpin oleh seorang Romo dari tanah Flores. Tetangga Atambua, sebuah daerah dimana kami sekeluarga pernah menetap selama tiga tahun sesuai jangka waktu dinas Bapakku. Bercerita lagi kehidupan kami di sana? Skip dulu, karena bukan itu inti tulisan ini. Hari ini Romo yang bersuara lantang itu, menceritakan bagaimana kehidupan umat Katholik di Flores. Bagaimana umat di sana dapat dengan mudah menghakimi seseorang yang dianggap jahat karena menyelinap ke gereja, menerima hosti, tapi hanya untuk dibuang atau disebut oleh para Romo, pencemaran hosti. Penghakiman yang umat Flores lakukan tidaklah tanggung-tanggung. Oknum tersebut sampai menghembuskan napas terakhir. Ini kemudian menjadi pertanyaan besar untuk Romo itu.
Sesuai dengan sabda Allah yang dibacakan hari itu, mengenai dimana Kristus itu sebenarnya, Romo itu menjelaskan bahwa banyak umat Katholik menganggap Kristus hanya ada di hosti yang hadir di saat konsekrasi. Dan hanya itu yang harus kami hormati. Menurut beliau, itu sangat-sangatlah keliru. Bagaimana tidak? Mengapa justru benda mati seperti itu yang kita hormati, kita sembah? Mengapa hal itu tidak berlaku bagi sesama manusia? Tidak adil bukan? Padahal Allah selalu berkata bahwa kita semua umatnya tidak terpisahkan oleh suku, agama, ras, dan lain sebagainya. Kristus itu hidup tidak hanya di benda mati tapi yang paling penting di setiap pribadi kita manusia yang mau menerimaNya. Jika tidak, apa bedanya kita dengan oknum seperti cerita umat Flores itu? Mereka bukannya mengampuni dan menghormati oknum tersebut tapi malah menghakiminya hingga tewas. Apa gunanya anda mengenal Allah, mau menerimaNya seperti Dia mau menerima kita seperti kita, jika hati anda masih sulit mengampuni, sulit menghormati, sulit menerima orang-orang yang anda jumpai yang tidak menyenangkan hati anda?

Friday 8 June 2012

Keinginan = Kekhawatiran

Rubrik dari Percikan Hati :
Siapa yang tidak pernah memikirkan hari esok (masa depan)? Kita semua tentu memikirkannya. Namun tahukah anda bahwa sebagian besar kesedihan dalam kehidupan manusia disebabkan karena kekhawatiran akan masa depan?
Biasakanlah diri untuk hidup dalam jangka waktu terbatas. Artinya, jangan biarkan kekhawatiran menghalangi kemampuan terbaik dari anda. Lakukanlah yang terbaik untuk keluarga, pekerjaan maupun usaha kita saat ini, maka itu akan jadi persiapan yang tepat untuk masa depan yang cerah.
Kuawali tulisan ini dengan rubrik di atas karena hal mengenai kekhawatiran benar-benar seperti merenggut seluruh keseimbangan hidupku. Dahulu aku selalu berpikir hidupku sempurna, semua hal dapat kulakukan dengan baik dan benar. Ya, seperti kebanyakan orang, aku memiliki rencana untuk selalu menyelesaikan studi tepat waktu. Aku ingin memasuki kelas yang lebih tinggi dengan taraf kehidupan yang layak versi masyarakat. Aku ingin mendapat pekerjaan dengan gaji tinggi agar dapat kubeli tempat tinggalku sendiri, kendaraanku sendiri, dan lain sebagainya. Aku begini aku ingin begitu (OST Doraemon). Keinginan berbanding lurus dengan kekhawatiran, menurutku. Semakin tinggi keinginan semakin besar kekhawatiran. Apalagi jika tidak terselesaikan, seperti kondisiku saat ini. Aku seperti mati rasa akan skripsi dan tidak semangat untuk menyelesaikannya.

Tapi ternyata bagi Allah, itu tidak berlaku saat Dia benar-benar ingin memegang kembali tanganku yang keras seperti batu. Kurasakan berulang kali Dia bekerja dalam hidupku. Dia begitu baik memberikan semua kesempatan dan hasil yang memuaskan. Tidak peduli saat itu aku melakukan yang terbaik untuk dilihat orang. Atau yang sekarang aku merasa gagal karena belum menyelesaikan apapun. Allah tidak pernah berhenti, itu menurutku. Meskipun sampai saat ini masih ada keraguan sengit dalam hatiku, banyak roh-roh jahat yang membuatku takut untuk melembutkan tanganku. Aku harus menghadapi kenyataan. Aku harus menemukan maksud Allah untuk kuterapkan dalam hidupku. Aku tidak mau menyerah, aku pasti diizinkan bangkit. Allah tidak pernah menciptakan manusia yang gagal.  Allah, aku benar-benar memohon petunjukmu untuk membuktikan bahwa aku mau hidup lebih berarti bagiMu dan sesama.

Thursday 7 June 2012

Semua Untuk Tuhan, Benarkah?

Hari ini aku mendapatkan momen untuk mengenal kata Antusias dari layanan berlaangganan BBM Rohani yang aku ikuti. Berikut inilah isinya:
"Antusias adalah aset paling besar di dunia ini" (Henry Chestor).
Antusias adalah sebuah kata dari bahasa Yunani; en: yang berarti ke dalam dan theos: yang berarti Tuhan.
Orang yang antusias adalah orang yang hidup dalam Tuhan. Oleh karenanya, ia bersemangat dan bergairah.
Apapun tugas dan pekerjaan yang kita lakukan dengan antusias akan menghasilkan buah-buah yang melimpah.
Kata-kata mutiara yang sangat baik bukan? Ya, aku pun merasa begitu. Dan akupun sembari teringat dengan beberapa kotbah yang kusaksikan di life!, salah satu stasiun TV swasta Nasrani yang ada di TV Kabel. Di situ pernyataan tugas dan pekerjaan yang dilakukan oleh orang yang antusias itu dilakukan untuk Tuhan. Tapi benarkah begitu? Benarkah setiap detail itu dilakukan hanya untuk Tuhan? Manusia yang begitu hebatnya, pasti merasakan demikian. Manusia berdoa selalu untuk segala sesuatu yang baik. Rumah yang baik layaknya, kendaraan yang baik mesinnya, saham yang baik perkembangannya, ujian yang baik hasilnya, pekerjaan yang baik gajinya, dan lain sebagainya. 

Setelah mendapatkan segala sesuatu yang baik, adakah ruah yang baik itu dibuka pintunya untuk orang baik yang butuh pertolongan? Kendaraan digunakan untuk melayani kebutuhan pelayanan kasih kepada sesama? Keuntungan saham untuk dibagikan kepada panti asuhan? Terima kasih untuk mereka yang mendukung suasana untuk ujian? Sepuluh persen gaji untuk amal? Sudah? Puji Tuhan. Tapi benar-benar ikhlas? Bersedia untuk tidak membicarakannya dengan orang lain? Rutin tanpa terpaksa? Sudah? Puji Tuhan. Semoga semakin menanjak kelayakan dalam hidup kita, semakin rendah hati pula kita untuk mengakui setiap berkat itu datangnya dari kuasa Tuhan dan harus tersebar kepada sesama.

Tuesday 5 June 2012

Konsistensi Menguji Kesabaran

Sore hari ini, aku memutuskan untuk menulis sebelum kembali ke kosan. Hampir sebulan aku kembali meninggalkan kosan. Hal yang selalu berulang-ulang kulakukan yakni aku selalu ragu atau mungkin sekarang sudah masuk ke tahap takut kembali menghadapai kenyataan hidupku di sana. Sudah dua tahun aku terlambat memenuhi kewajibanku untuk lulus tepat waktu dan membanggakan orangtuaku. Menyedihkan? Sejujurnya iya. Sejujurnya, bukan ini yang ingin kulakukan. Namun, ini sudah menjadi keputusanku saat diminta untuk memilih jurusan apa yang ingin kutempuh di antara Hubungan Internasional dan Kedokteran Hewan. Semangatku ada di Kedokteran Hewan tapi restu orangtuaku ada di Hubungan Internasional. Aku yang dahulu terbawa suasana budaya Timur, dimana seorang anak harus menuruti kehendak orangtuanya demi kelancaran hidupnya, memilih untuk mengikuti saran orangtuaku. Aku berpikir aku dapat mengatasinya. Sayangnya itu hanya pikiranku hingga saat ini karena hatiku menolak dan selalu berontak menyelesaikannya. Keegoisanku ini membawa banyak kekhawatiran bagi setiap keluargaku bakan nenekku. Tapi mereka belum mengerti sesungguhnya yang lebih khawatir dan lebih takut adalah aku.

Allah memang tidak pernah tidur. Setiap waktunNya yang tepat Dia selalu dapat menjawab dan menguji kesungguhan dan ketaatanku. Dan harus kuakui aku masih kalah dalam menguasai diriku. Tidak mengerti ya? Maafkan hehehe. Sejak kejadian "perang" dengan egoku itu, aku berusaha untuk tetap datang kepada Sang Pencipta. Tapi harus kuakui  itu tidak kulakukan dengan kosisten alias berkelanjutan. Tapi, lagi-lagi tapi, Allah yang sungguh baik masih berkenan menjawab doaku, bahkan yang paling sederhana sekalipun. Misalnya, seperti saat aku berdoa pagi, memohon bimbinganNya untuk tetap menuntun segala pikiran, perbuatan, dan ucapanku hari itu. Supaya aku tidak menaruh dendam dan iri hati dalam pikiranku, tidak mengambil tindakan jahat yang merugikan, dan tidak mengeluarkan kata-kata yang menyakitkan hati orang lain. Saat aku memohon dengan sungguh-sungguh aku pasti diuji olehNya. Hari itu pasti akan penuh dengan kejadian-kejadian yang tidak menyenangkan. Hasilnya seperti yang kutulis, masih kalah.

Sebenarnya setelah kasus Aga itu, aku mengalami banyak lagi pembelajaran hidup. Di saat aku menunggu jawaban dari Allah mengenai Aga, aku yang ling-lung mengalami penipuan yang sampai saat ini merupakan penipuan terbesar dalam hidupku. Aku kehilangan uang tabungan belasan juta rupiah karea ketamakanku ingin mendapatkan Blackberry yang sulit di dapat di Indonesia. Awalnya aku tidak sadar telah ditipu, karena hanya satu unit yang kuinginkan. Namun, setelah aku berkali-kali mentransfer, karena kupikir aku membeli banyak untuk dapat dijual lagi dan barang-barang itu tidak kunjung datang, aku pun langsung putus asa maenyadari apa yang terjadi. Dapatkah anda bayangkan kejadian yang sangat tidak menyenangkan dalam satu waktu? Lebih baik tidak. Belum lagi tidak lama setelah itu, hubungan dingin dan kaku antara aku dengan "sahabat-sahabatku" mulai terkuak kebenarannya. Ya, "sahabat" yang hanya sekedar kata-kata, tidak pernah terbuka, berpura-pura semuanya baik-baik saja hingga sulit mendengar dan memaafkan. Terdengar kacau? Memang kacau. Hingga pada saat puncaknya aku mengalami kecelakaan motor yang lagi-lagi karena emosi. Dan setelah sembuh, masih harus mengalami peubahan struktur wajah karena bom jerawat.

Mengenai pertemanan, kecelakaan, dan bom itu pasti akan kubahas dalam tulisanku selanjutnya. Namun, untuk saat ini, di balik itu semua aku hanya ingin sangat bersyukur telah mengenal sosok Allah. Allah yang begitu setia, konsisten dengan penuh kesabaran terus melatihku melewati itu semua, bahkan untuk yang sekarang ini belum selesai, yakni soal jerawatku, yang pastinya masih membuatku kacau, Allah tetap dengan sabar menerimaku datang. Tahu dari mana? Dari setiap hari, jam, menit, dan detik yang kujalani dalam menerima dan menjalani berkatNya. Dari hal yang sederhana saja. Setiap pagi aku masih dapat bangun dengan napas dari Allah, makanan dan minuman yang kuterima setiap hari, keluargaku yang tetap menerimaku, dan para sahabat yang masih mau mendengarkanku. Konsistensi Allah menguji kesabaranku, ketaatanku, aku harap tidak akan lekang oleh waktu. Siap tidak siap memang nyatanya harus siap untuk waktuNya Allah. Dan terkadang segala sesuatu yang terjadi, baik atau buruk, tidaklah harus memiliki alasan untuk terjadi. Karena saat memahami jadi begitu sulit, belajarlah menerimanya dengan ikhlas, tanpa alasan.

Sunday 3 June 2012

Satu Allah Jadi Tiga - Tiga Allah Jadi Satu?

Selamat Hari Minggu! Hehehehe. Sudah larut malam memang, dan hampir saja aku lupa menulis. Padahal sudah berniat mantap untuk menulis setiap hari di blog ini hehehe. Mari, mari budayakan menulis dan membaca! Hari ini sebenarnya aku mau mengantarkan hasil ronsen tulang belakang yang dianjurkan oleh dokter Fong sebulan yang lalu. Sebenarnya hal ini aku rahasiakan dari keluargaku terutama Ibuku yang super khawatir karena saat mereka menemaniku kemarin Ibuku benar-benar memojokkan dokter tersebut. Dan hari ini keluargaku komplit dirumah, wew! Jadilah kuurungkan niat berangkat mengirim ataupun memberikan langsung hasil ronsen itu. Hmmm, Tuhan belum memberiku kesempatan lagi. Mengapa lagi? Karena sebenarnya kemarin sore sudah ada suara yang menyuruhku untuk mengantarkannya, namun kembali ururng saat adikku dan temannya sudah pulang. Mudah-mudahan besok Tuhan berikan jalan. Amin.
Senangnya hari ini aku kembali mendapat hadiah buku. Setelah banyaknya buku yang diberikan oleh Inanguda Ruth, akhirnya Bapakku memberikan lagi dua buku yang baru dia beli di Kaliori. Salah satu tempat ibadah di Banyumas, tepatnya Gua Maria. Salah satu bukunya mengenai Meditasi sedangkan yang lainnya mengenai Motivasi. Belum sempat kubaca, karena ingin beristirahat dari wajah yang gatal kembali ini. Sampai pada akhirnya, aku tertidur pulas hingga terlambat ke gereja tadi. Ampuni aku ya Tuhan, menunda menerima berkat kudusMu. Prolog yang panjang ya pembaca, aku pun merasa seperti itu, hahaha. Tapi hanya dengan sekedar berbagi cerita sehari-hari membuat hati senang hehe. Hari ini Pastor berkotbah mengenai iman kami, aku, sebagai umat yang memeluk agam Katolik, kepada Allah. Dalam ajaran Katolik, Allah disebut sebagai Tritunggal Mahakudus, yakni Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Namun meskipun begitu, Allah tetaplah Allah yang hanya satu. Allah yang diimani sebagai Allah yang nyata menjadi manusia, wafat, bangkit, dan kembali ke surga. Allah yang dapat berperan menjadi Bapa segala umat, seorang Putera yang rela berkorban, dan yang mengutus Roh Kudus untuk seluruh umatNya.
Mungkin terdengar seperti kami penduduk Katolik menyembah tiga Allah. Atau seperti Allah menjadi tiga. Seperti pernah, sewaktu aku SMA kelas satu teman-temanku yang beragama Islam mendapat tugas untuk membandingkan ajaran agama yang satu dengan yang lainnya. Karena Indonesia memang memiliki beragam agama. Temanku bertanya tentang Tuhan yang aku sembah? Dulu, karena aku berpikir Tuhan hanyalah pencipta dan aku hidup hanya dengan caraku saja, jadi aku hanya menjawab sesuai pengetahuan tanpa makna yang mendalam. Dan, temanku itu berpikir bahwa Allah yang kusembah itu ada tiga. Dijelaskan kembali olehku bahwa tetap saja tiga itu adalah satu tetap saja dia salah pengertian. Ya, aku baru menyadari dan baru benar-benar yakin dengan apa yang dikatakan Pastor tadi. Jika kepercayaan tidak ada, maka segala hal yang diberikan akan menjadi percuma. Itulah yang kupandang dari kejadian di atas. Selanjutnya, Pastor mengatakan dengan tegas bahwa ketika seseorang memutuskan untuk tidak percaya bahwa dia BAIK (Bahagia Aku Ikut Kristus), maka lebih baik dia mencari Allah yang lain. Mungkin ini akibat pengaruh dari pernyataannya pada kotbah sebelumnya, bahwa ada umat yang meminta opini mengenai keinginannya pindah agama. Pator yang telah berusia 69 tahun itu mungkin merasa kecewa dan sedih.
Berbicara mengenai kekecewaan atau rasa sedih pasti kita merasa seperti dihukum. Tapi apakah benar hukuman itu datang dari Allah? Hukum Allah hanya ada satu, seperti Allah yang hanya satu dengan tiga kepribadian. Hukum Allah adalah hukum cinta kasih. Jika di dunia orang yang benar disalahkan, sebaliknya di hukum Allah, orang yang salah dibenarkan. Jika di dunia orang yang bersalah mendapat hukuman keji atas upah kesalahannya, di hukum cinta kasih, orang yang berdosa, mau bertobat, akan diterima dengan tangan terbuka dan diampuni oleh Allah. Hukum cinta kasih tidak menyalahkan orang yang menganggap Allah menjadi tiga atau tiga Allah menjadi satu. Oleh sebab, Allah adalah Maha Kuasa, Dia dapat menjadi banyak sosok yang Dia inginkan. Dia dapat menjadi tiga, tiga puluh, tiga ribu, tiga puluh ribu, atau tiga juta pribadi. Allah tidak terbatas, kita manusialah yang melihatNya terbatas, karena sebenarnya kitalah yang terbatas. Menjadi satu dengan Roh Kudus dari Allah, bekerja bersama Roh Kudus dari Allah, mendapat pemikiran dari Roh Kudus yang berasal dari Allah, kuharap dan kuimani sebagai hal-hal yang nyata, yang pasti terjadi dalam hidupku. Amin.



Friday 1 June 2012

Jumat Pertama

Pukul 22:50 WIB. Sembari menunggu kepulangan kedua orangtuaku yang sedang asyik bermain dengan cucunya alias keponakanku, Amaro, aku pun memutuskan untuk menulis di sini. Maaf blog, dirimu lama kuabaikan. Kejenuhan, kesenangan, kelupaan, dan keserakahan telah membuat jariku membatu membuka engkau. Padahal kerinduan itu sudah sangat mencekam, menusuk setiap sisi tengkorak kepalaku. Hari ini aku lagi-lagi tidak berbuat apapun yang berarti. Aku hanya menghabiskan waktuku di depan netbuk asus merah yang ku tukar-tambah dua bulan yang lalu. Aku selalu berjanji selalu berkiprah pada Tuhan aku mau bangkit, aku mau hadapi semua, aku mau menyelesaikan apa yang telah kumulai sendiri. Tapi segala pemikiran, segala ucapan itu, belum kulakukan. Dan saat ini aku kembali merasa terbebani dengan keputusanku sendiri. Aku jadi malu. Aku jadi hilang semangat. Aku kehilangan siapa aku. Pada akhirnya dalam kepenatan aku datang di Misa Jumat Pertama Gereja Kalvari, Lubang Buaya. Selalu, di saat seperti ini aku berusaha melawan diriku untuk tidak meninggalkan Tuhan. Aku sedih, tapi aku yakin itu bukan dari Tuhan. Aku marah, tapi bukan Tuhan penyebabnya. Aku menangis, tapi Tuhan tidak meninggalkanku. Maka, aku tetap berusaha datang apapun kondisiku.
Tadi, Pastor yang kuyakini berasal dari Indonesia bagian timur itu, banyak memberikan pokok-pokok pikiran yang menurutku sangat mendasar tapi merupakan yang paling penting. Aku selalu terombang-ambing dalam mempertahankan iman. Dahulu aku rajin bernovena, membaca alkitab, berdoa, demi seseorang yang telah menyakitiku. Dan berhasil. Lalu aku sempat melanjutkannya untuk memohon kekuatan bagi diriku sendiri. Aku tidak merasa berhasil saat itu. Dan aku pun kembali hidup dengan caraku sendiri. Aku menyadari aku sangat tidak bahagia dengan caraku, dan berkali-kali juga aku mencoba keluar dan kembali melakukan rutinitasku itu. Tetapi itu selalu tidak berlangsung lama. Hingga sekarang, sudah beberapa kali aku menunda kedatanganku kepada Tuhan. Sampai aku memaksa rasa malasku dan maluku karena wajahku penuh jerawat untuk datang ke gereja hari ini. 
Namun di balik semua itu aku bersyukur, kotbah Pastor tadi mengingatkanku . Ada tiga hal yang beliau sampaikan. Pertama, Allah mencintai kita sebagai kita, jadi perbuatlah itu juga kepada Allah. Cintailah Allah sebagai Allah. Jangan mencintaiNya untuk memenuhi keinginanmu. Jangan mencintaiNya untuk memenangkan kompetisi. Jangan mencintaiNya untuk menajamkan senjatamu. Jangan mencintaiNya untuk memanfaatkanNya. Allah yang begitu baik, begitu mulia, dan begitu berkuasa tidak akan pernah pantas diperlakukan seperti itu. Allah sendiri tidak pernah mencintai kita karena kita seorang yang kaya, karena kita berkelimpahan materi, karena kita berdoa kepadaNya setiap waktu. Allah mencintai kita yang berdosa, yang tidak sempurna, yang selalu memiliki kekurangan.
Kedua, Allah mencintai kita, maka dari itu kita berharga. Sejenak aku belum mengerti apa maknanya. Namun saat beliau melanjutkannya barulah aku mengerti. Manusia akan lebih berharga jika dia memiliki niai-nilai atau prestasi-prestasi yang memukau gemilang. Manusia akan lebih berharga jika dia bangga dengan segala kepenuhan materi hidupnya. Manusia akan lebih berharga jika dia berhak sombong dengan keahliannya. Dan semua itu salah. Pernah mendengar istilah, "semua manusia sama di hadapan Tuhan"? Lalu apa maksudnya? Maksudnya adalah tidak ada seorangpun di dunia ini yang berhak untuk merasa paling berharga sebelum ia menyadari besarnya cinta Allah yang memberikan segalanya itu. Karena jika hal itu belum terjadi, segala penghargaan, penghormatan yang setiap pribadi terima, dan dianggapnya berasal dari caranya sendiri, adalah semu belaka. 
Ketiga, logika Allah berbeda dengan logika manusia karena Allah bukan manusia. Memang, kita, manusia, hendaknya hidup seturut rupa Allah. Namun, itu sama sekali tidak menetapkan manusia dapat menjadi Allah dengan segala kuasaNya. Allah memang telah menjadi manusia. Tapi logika Allah tidak turut serta berubah menjadi logika manusia. Bagi Allah segala hal adalah mungkin. Tidak ada yang mustahil. Hal ini diumpakan oleh Pastor sesuai dengan bacaan dari injil Lukas yang kudengar tentang seorang gembala dengan 100 dombanya. Di saat gembala tersebut kehilangan satu dombanya, dia tidak langsung meninggalkannya. Justru sebaliknya, dia mencari domba tersebut dan mengadakan pesta saat dia membawa domba itu kembali. Karena bagi Tuhan, satu orang yang berdosa dan mau bertobat jauh lebih berharga dibandingkan 99 orang yang hidup dalam kebenaran. Para malaikat di surga pun akan sangat bersukacita karena kembalinya anak yang hilang ini. Logika Allah sungguh di luar logika manusia.

Apa?

WOWOWI. Mungkin anda merasa asing dengan kata ini. Atau mungkin justru sebaliknya. Untukku, kata ini asing pada awalnya, tapi kemudian menjadi kata yang memiliki banyak makna, yang ingin aku kembangkan. Kata ini sebenarnya merupakan sebuah akronim alias singkatan. Idenya muncul begitu saja. Tepatnya saat aku ingin menulis sesuatu yang berbeda dari hanya sekedar kisah cinta antar manusia. Terdengar terlalu religius? Mungkin. Mengapa mungkin? Bukannya "ya" atau "tidak"? Karena bagiku, tidak ada yang pasti di dunia ini. Hanya satu pribadi yang memiliki kepastian, yang selalu dekat dengan hidup, yakni, Tuhan. Terlalu berani? Mungkin. Tulisan ini dibuat semata-mata sebagai rasa cintaku kepada Sang Pencipta alam semesta. Akan ada banyak cerita yang mungkin menggugah rasa, menyentuh jiwa, sampai menguatkan iman. Terlalu percaya diri? Mungkin. Hahaha.
Lalu apa itu wowowi? Itu adalah worship, work, and wisdom. Sebuah "wow!" pasti terngiang atau terucap sekarang. Hahaha. Ya, aku pun terus tersenyum jika mengingat kata wowowi bahkan sampai saat ini. Indah, menenangkan, memberikan harapan dan ketulusan. Terlalu berlebihan? Mungkin. Tapi itulah awal mimpi, sesuatu yang berlebihan. Belum dijangkau namun sudah yakin akan digapai. Belum tentu diberikan namun terus menerus diminta. Jika dipikir logis, ya, itu memang suatu kekonyolan akut. Namun, buatku segala sesuatu mungkin saja terjadi. Mengapa tidak? Kera saja dapat berubah menjadi manusia. Dan manusia saja dapat bertumbuh dari seorang bayi yang tidak dapat berbuat banyak hingga menjadi seseorang yang berbuat terlalu banyak. Perbuatan siapakah itu? Manusia? Tumbuhan? Hewan? Hmmm, kalau memang manusia, mengapa manusia itu juga yang harus mengalaminya? Bukankah ada kuasa yang lain? Kekuatan yang lain yang lebih besar dari manusia? Tepat sekali.
Mungkin itulah perkenalan dari wowowi. Mungkin semuanya masih terlalu samar. Mungkin akan ada yang merasa terintimidasi atau justru malah bersyukur. Mungkin baru kali aku benar-benar ingin menulis. Mungkin aku hanya sekedar mengisi kekosongan yang terkadang datang mendera. Mungkin ada banyak orang yang sepertiku. Mungkin Tuhan pun bingung denganku. Mungkin wowowi dapat mengungkapkan lebih baik daripada diriku. Mungkin aku ini wowowi. Mungkin wowowi adalah aku. Mungkin lapar dan dahagaku akan terpenuhi. Mungkin ini hanya imajinasiku. Mungkin.