Monday, 18 June 2012

Menunda

Jangan marah saat kumenunda tulisan ini. Tulisan yang seharusnya ada di tanggal 18 Juni 2012.

Apa yang langsung terlintas saat kata menunda ini datang? Aku pribadi, langsung berpikir mengenai diriku yang menunda kelulusan hingga begitu lama. Aku tidak dapat mengetahui lagi apa yang sebaiknya kuprioritaskan dalam kehidupanku saat ini karena terlalu sering menuda. Ya, mendengar kata menunda, hal-hal yang tidak baik yang biasanya lebih dulu muncul. Kebanyakan orang pun aku rasa berpendapat sama. Saat mereka mengalami penundaan, entah itu terjadi secara pribadi ataupun karena instansi terkait, mereka sangat tidak senang menghadapinya. Emosi-emosi negatif langsung muncul, entah itu mengeluh, mengumpat, dan lain sebagainya. Tapi pernahkah terpikir bahwa kata menunda yang sering dianggap negatif di ubah haluannya dalam ranah positif? Awalnya tidak bagiku, namun setelah membaca renungan dari Percikan Hati berikut ini aku pun mulai mengerti bahwa arti menunda dapat jauh lebih bermakna di saat kita menerapkannya pada kejadian sesudah penundaan itu.
"Obat paling mujarab bagi kemarahan adalah menundanya". (Seneca, Penyair Romawi)
Orang yang sedang marah dikuasai oleh emosi. Napas berdetak bertambah cepat dan kalau berbicara nada suaranya bisa tinggi. Jika ia berkata-kata, akan meledak-ledak serta tidak terkontrol.
Kalau kita dalam situasi yang demikian, baiklah kita bernapas dalam-dalam, minum air dingin dan duduk tenang barang sejenak. Kita menunda untuk berbicara. Inilah tindakan yang bijaksana agar kita tidak dikuasai oleh emosi.
Ya, setelah membaca renungan di atas, aku pun merasakan kesenangan tersendiri. Aku seperti mendapat pengetahuan baru mengenai pemaknaan kata. Ternyata memang benar, hal apapun, sekecil apapun, harus kita lihat dari dua sisi yang berbeda. Baik dan buruknya. Penempatannya. Karena tidak ada sesuatupun yang diciptakan hanya untuk merusak, tidak dapat digunakan, dan segala macam hal yang buruk. Jadi di saat hal-hal yang tidak menyenangkan datang, mantapkanlah dulu hati, jiwa, dan pikiran untuk menunda segala hal buruk yang ingin dikeluarkan, karena masih ada kesempatan untuk menghadapinya dengan lebih tenang dan bijak. Seperti air yang mengalir, meskipun dalam perjalanannya menghadapi bebatuan, lubang, jalan yang berkelok-kelok hingga ia terhempas, terpisah dari alirannya, ia tetap menghadapinya sesuai dengan arus yang membawanya, arus yang sama dari awal ia mengalir, yang tenang, dari awal hingga akhir perjalanan yang akan dilaluinya.Menunda di sini berarti memilih untuk berpikir logis dalam menelaah masalah untuk menyelesaikannya, bukan untuk menumpuknya menjadi dendam berkepanjangan.

No comments:

Post a Comment