Harus kuakui, menulis di wowowi jauh lebih menyenangkan dibandingkan di mayagarene. Segala kepenuhan sukacita, perenungan, inspirasi memang lebih memotivasi dibanding menceritakan kepedihan (yang banyak kutuangkan di mayagarene). Tapi syukur kepada Allah, kepedihan itulah yang membuaku semakin yakin dengan Dia, semakin dewasa menghadapi kehidupan. Kesempatan kali ini aku ingin menulis tentang prioritas. Kemarin aku menonton film "Jakarta Maghrib". Film itu menceritakan tentang kehidupan nyata para penduduk Jakarta. Di kemas begitu realistis dengan enam cerita apik didalamnya. Tokoh utama dalam film ini adalah Maghrib. Saat dimana penduduk Jakarta berhenti dari segala aktivitasnya, diingatkan untuk berbicara dengan Tuhan. Dan ada satu cerita yang membuatku merasa terhenyak dan mengulanginya lagi beberapa kali. Jalan Pintas. Cerita itu mengisahkan tentang sepasang kekasih yang hendak ke suatu rumah untuk membantu persiapan pernikahan adik sang lelaki. Mereka diharuskan mencicipi catering dan harus sampai sebelum Maghrib.
Sepasang kekasih ini sudah bersama selama tujuh tahun. Sudah tentunya sang perempuan ingin memantapkan hubungan mereka. Namun, sepanjang usahanya untuk mengatakan itu kepada sang lelaki, dia hanya mendapat jawaban diam. Sang lelaki yang seorang editor video klip merasa belum siap karena pekerjaan dia belum cukup untuk membuktikan kepada keluarga sang perempuan. Dengan terus mengebulkan asap sembari menyetir, sang lelaki pun selalu mengatakan bahwa dia ingin meningkatkan dirinya jadi editor film, dengan film pertamanya yang bermutu. Sang lelaki di situ tampak egois, dia mencari jalan pintas karena yakin jalan biasanya macet, padahal tidak. Sampai akhirnya mereka tersesat, dan bukannya sang lelaki bertanya arah jalan pada penduduk setempat saat turun, dia malah membeli sebungkus rokok, karena yang kata dia karena sudah habis. Di saat benar-benar sudah tidak tahu kemana arah jalan, sang lelaki pun akhirnya bertanya pada satpam. Tapi setelah itu sang lelaki mengumpat, memaki satpam tersebut di dalam mobil.
Sang perempuan yang tidak senang mendengar perkataan sang lelaki mengingatkan snag lelaki untuk lebih sopan kepada orang lain. Tapi sang lelaki malah masih terus menyalahkan satpam. Adzan pun berkumandang. Telat sudah mereka. Sang perempuan sudah sangat kesal dengan sang lelaki. Kelakuannya yang seenaknya sendiri, egois, tidak mau dibantah, membuat akhirnya dia memutuskan sang lelaki. Namun sebelum memutuskan, sang perempuan Kurang lebih berkata seperti ini, "Kamu itu memang tidak punya prioritas ya? Kita itu cuma diminta untuk membantu pernikahan adik kamu untuk membuktikan bahwa kita itu mampu diberikan tanggung jawab yang lebih besar untuk menikah. Ini udah kuliah penyutradaraan lama nggak lulus-lulus eh malah mau jadi editor." Sang lelaki menjawab, "Kamu jangan meremehkan pekerjaan editor loh. Kamu tahu hasil film itu dinilai bagus atau nggak, itu setelah ada di tangan editor. Kamu pasti nggak ngerti, nggaaak." Sang perempuan lalu bertanya, "Oooh, jadi kamu juga bisa nebak dong hubungan kita akan berakhir bagaimana?" Sang lelaki terdiam dan mulai gugup. Akhirnya sang perempuan meminta sang lelaki turun dari mobil ayahnya itu.
Kisah ini mengingatkan diriku jauh lebih dalam. Ini menjadi bahan perenunganku sepanjang hari itu. Aku menyadari aku sudah kehilangan prioritas semenjak memutuskan untuk kuliah di sana. Aku begitu terus menerus berusaha mengalihkan prioritasku pada hal-hal lain. Dan sepertinya itu masih berlangsung sampai sekarang sampai akhirnya nanti. Ternyata semangat besar datang dari prioritas yang jelas dan tinggi. Awal kuliah aku masih memiliki prioritas untuk kuliahku. Namun ternyata dunia kerja sudah merasukiku. Uang yang kuhasilkan menimbulkan prioritas yang lain. Ampuni aku Tuhan. Kuliah, uang, semuanya itu hanya prioritas dunia yang dapat lenyap sekejap jika Engkau mau. Karena, pembaca, prioritas yang paling tinggi yang seharusnya dilakukan setiap saat itu adalah datang kepada Allah. Maksudnya? Allah pemilik kehidupan segala makhluk di dunia ini. Allah bukan hanya mencipta tapi Dia juga yang merancang rencana kehidupan bagi ciptaanNya. Jadi, sesibuk apapun harimu, kegiatanmu, janganlah pernah melupakan Allah. Tetaplah setia meluangkan waktu untuk bercakap-cakap denganNya. Bacalah dan terapkanlah sabda yang telah diberikanNya. Maka, sepanjang hari dalam hidupmu adalah hari yang penuh dengan damai dan berkat melimpah.
No comments:
Post a Comment