Friday, 1 June 2012

Jumat Pertama

Pukul 22:50 WIB. Sembari menunggu kepulangan kedua orangtuaku yang sedang asyik bermain dengan cucunya alias keponakanku, Amaro, aku pun memutuskan untuk menulis di sini. Maaf blog, dirimu lama kuabaikan. Kejenuhan, kesenangan, kelupaan, dan keserakahan telah membuat jariku membatu membuka engkau. Padahal kerinduan itu sudah sangat mencekam, menusuk setiap sisi tengkorak kepalaku. Hari ini aku lagi-lagi tidak berbuat apapun yang berarti. Aku hanya menghabiskan waktuku di depan netbuk asus merah yang ku tukar-tambah dua bulan yang lalu. Aku selalu berjanji selalu berkiprah pada Tuhan aku mau bangkit, aku mau hadapi semua, aku mau menyelesaikan apa yang telah kumulai sendiri. Tapi segala pemikiran, segala ucapan itu, belum kulakukan. Dan saat ini aku kembali merasa terbebani dengan keputusanku sendiri. Aku jadi malu. Aku jadi hilang semangat. Aku kehilangan siapa aku. Pada akhirnya dalam kepenatan aku datang di Misa Jumat Pertama Gereja Kalvari, Lubang Buaya. Selalu, di saat seperti ini aku berusaha melawan diriku untuk tidak meninggalkan Tuhan. Aku sedih, tapi aku yakin itu bukan dari Tuhan. Aku marah, tapi bukan Tuhan penyebabnya. Aku menangis, tapi Tuhan tidak meninggalkanku. Maka, aku tetap berusaha datang apapun kondisiku.
Tadi, Pastor yang kuyakini berasal dari Indonesia bagian timur itu, banyak memberikan pokok-pokok pikiran yang menurutku sangat mendasar tapi merupakan yang paling penting. Aku selalu terombang-ambing dalam mempertahankan iman. Dahulu aku rajin bernovena, membaca alkitab, berdoa, demi seseorang yang telah menyakitiku. Dan berhasil. Lalu aku sempat melanjutkannya untuk memohon kekuatan bagi diriku sendiri. Aku tidak merasa berhasil saat itu. Dan aku pun kembali hidup dengan caraku sendiri. Aku menyadari aku sangat tidak bahagia dengan caraku, dan berkali-kali juga aku mencoba keluar dan kembali melakukan rutinitasku itu. Tetapi itu selalu tidak berlangsung lama. Hingga sekarang, sudah beberapa kali aku menunda kedatanganku kepada Tuhan. Sampai aku memaksa rasa malasku dan maluku karena wajahku penuh jerawat untuk datang ke gereja hari ini. 
Namun di balik semua itu aku bersyukur, kotbah Pastor tadi mengingatkanku . Ada tiga hal yang beliau sampaikan. Pertama, Allah mencintai kita sebagai kita, jadi perbuatlah itu juga kepada Allah. Cintailah Allah sebagai Allah. Jangan mencintaiNya untuk memenuhi keinginanmu. Jangan mencintaiNya untuk memenangkan kompetisi. Jangan mencintaiNya untuk menajamkan senjatamu. Jangan mencintaiNya untuk memanfaatkanNya. Allah yang begitu baik, begitu mulia, dan begitu berkuasa tidak akan pernah pantas diperlakukan seperti itu. Allah sendiri tidak pernah mencintai kita karena kita seorang yang kaya, karena kita berkelimpahan materi, karena kita berdoa kepadaNya setiap waktu. Allah mencintai kita yang berdosa, yang tidak sempurna, yang selalu memiliki kekurangan.
Kedua, Allah mencintai kita, maka dari itu kita berharga. Sejenak aku belum mengerti apa maknanya. Namun saat beliau melanjutkannya barulah aku mengerti. Manusia akan lebih berharga jika dia memiliki niai-nilai atau prestasi-prestasi yang memukau gemilang. Manusia akan lebih berharga jika dia bangga dengan segala kepenuhan materi hidupnya. Manusia akan lebih berharga jika dia berhak sombong dengan keahliannya. Dan semua itu salah. Pernah mendengar istilah, "semua manusia sama di hadapan Tuhan"? Lalu apa maksudnya? Maksudnya adalah tidak ada seorangpun di dunia ini yang berhak untuk merasa paling berharga sebelum ia menyadari besarnya cinta Allah yang memberikan segalanya itu. Karena jika hal itu belum terjadi, segala penghargaan, penghormatan yang setiap pribadi terima, dan dianggapnya berasal dari caranya sendiri, adalah semu belaka. 
Ketiga, logika Allah berbeda dengan logika manusia karena Allah bukan manusia. Memang, kita, manusia, hendaknya hidup seturut rupa Allah. Namun, itu sama sekali tidak menetapkan manusia dapat menjadi Allah dengan segala kuasaNya. Allah memang telah menjadi manusia. Tapi logika Allah tidak turut serta berubah menjadi logika manusia. Bagi Allah segala hal adalah mungkin. Tidak ada yang mustahil. Hal ini diumpakan oleh Pastor sesuai dengan bacaan dari injil Lukas yang kudengar tentang seorang gembala dengan 100 dombanya. Di saat gembala tersebut kehilangan satu dombanya, dia tidak langsung meninggalkannya. Justru sebaliknya, dia mencari domba tersebut dan mengadakan pesta saat dia membawa domba itu kembali. Karena bagi Tuhan, satu orang yang berdosa dan mau bertobat jauh lebih berharga dibandingkan 99 orang yang hidup dalam kebenaran. Para malaikat di surga pun akan sangat bersukacita karena kembalinya anak yang hilang ini. Logika Allah sungguh di luar logika manusia.

No comments:

Post a Comment